Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

trēs

Ello UwU
Hmm.. Gatau mau komentar apa XD
Sekali lagi maapkan kalo makin lama makin gaje ceritanya XD

Happy reading!

.

.

.

.

.



Pagi itu, Thorn lagi lagi harus masuk ruang BK karena terlibat perkelahian dengan seorang anak laki-laki di kelasnya. 

Bukan tanpa sebab Thorn memukulnya, hanya saja anak itu tiba-tiba mengejek dan menertawakan Thorn begitu salah satu kepribadiannya keluar secara tak sengaja saat bicara dengan ketua kelas. 

Hal itu tentu saja memancing kepribadian pemarah Thorn untuk langsung menyerang anak itu. Tak main-main, Thorn memukuli anak itu hingga tak sadarkan diri. Kemudian saat ia tersadar, Thorn menjadi ketakutan dengan dirinya sendiri. 


"Bisa ceritakan alasan kamu memukul teman sekelasmu lagi, Thorn? Kali ini, berilah alasan yang masuk akal"

Sang guru BK, bu Ying menatap tajam Thorn yang duduk dengan kepala tertunduk di seberangnya. 

"ingat, Thorn! kamu belum lama di sekolah ini, dan sudah berapa kali kamu membuat masalah?? sebenarnya kamu ini kenapa??" bu Ying bertanya lagi, kali ini nadanya meninggi menahan kesal.

Melihat Thorn yang masih tak merespon, kekesalan Ying pun bertambah. Sebagai seorang guru, terutama guru BK , Ying harus banyak sabar menghadapi berbagai permasalahan murid. Namun murid satu ini benar-benar di luar ekspektasinya. Ia sudah berkali kali kena tegur kepala sekolah karena Thorn yang kerap kali ketahuan berbuat kekerasan pada teman sekelasnya, dan ia melakukannya seorang diri.

"saya sudah tak tau harus menghukummu bagaimana, Thorn! karena ini, saya terpaksa harus memanggil orangtua kamu!" 

Mendengar itu, Thorn mengangkat kepalanya dan bertemu muka dengan sang guru. Namun nampaknya guru itu tak menyadari kegelapan yang mulai menyelimuti bola mata Thorn. 

"orang tua saya? heh.. anda ingin memanggil orangtua saya?" 

Suara lirih Thorn membuat sang guru sedikit terkejut, menyadari nada suara Thorn yang terdengar berbeda dari biasanya. 

"s-saya tidak main-main! saya akan memanggil orang tua kamu agar kamu jera!" 

"oh.." Thorn menatap sang guru dengan seringai kecil di bibirnya "coba saja.. silahkan panggil.." 

Sang guru tersentak melihat kedua netra Thorn telah sepenuhnya berubah hitam legam. Tubuhnya pun mulai gemetaran, aura hitam yang menyelimuti sang murid saat ini membuatnya takut seketika. 

"ibu bilang saya bicara hal yang tak masuk akal.." ucap Thorn dengan nada merendah, ia memiringkan kepalanya tanpa memutus pandangan mereka. 

"tapi ibu berkata begitu tanpa tau apa apa tentang saya, ibu tak tau apa apa!" Thorn tiba-tiba membentak hingga sang guru kaget dibuatnya. 

"bahkan ibu tak tau bahwa orangtua saya sudah meninggal! dan ibu tau kenapa? karena mereka selalu memarahi saya, dan saya muak dengan itu!" 

"tapi tak apa apa- orang tua itu tak berguna, saya hanya butuh diri saya sendiri" 

"orang dewasa memang bodoh! mereka hanya tau mengatur dan memarahi tanpa mempedulikan apa yang kami rasakan!" 

"kematian mereka bukan apa apa, dan ibu harus tau betapa bahagianya saya saat mereka tiada! HAHAHA!" 

Thorn mulai berbicara dengan nada dan suara yang berbeda beda. Raut wajah dan kepribadiannya pun berubah ubah seiring dengan kata-kata yang ia ucapkan. 

Guru itu hanya membeku di tempatnya melihat perilaku aneh Thorn. Ketakutan nampak jelas tersirat di wajahnya yang berkeringat dingin, sekujur tubuhnya pun gemetaran menyaksikan apa yang ada didepannya. 

"peduli?? tidak ada! tidak ada yang peduli padaku! tidak ada! tidak pernah!" 

Thorn tiba-tiba menangis dan berteriak dengan seringai lebar di wajahnya. Raut wajah Thorn yang berubah ubah membuat sang guru semakin ketakutan. 

Merasakan situasi semakin berbahaya, guru itu berusaha mengumpulkan kekuatannya dan bangkit dari sana.  Ia bergegas pergi dari ruangan itu dan meninggalkan Thorn sendirian di sana. 

Thorn yang tinggal sendirian pun perlahan mulai kembali normal. Aura gelap yang menyelimutinya pun mulai sirna. 

Ia terjatuh di atas lututnya dengan kepala tertunduk, airmatanya pun tak lagi keluar. Ia berhenti menangis. 

Tanpa mengatakan apapun lagi, Thorn perlahan bangkit dan keluar dari ruangan itu. 













*** 














Hari ini , OSIS tidak sibuk seperti biasanya. 

Seluruh anggota termasuk Taufan dan Halilintar akhirnya dapat menarik nafas lega setelah menyelesaikan ratusan dokumen yang diperlukan untuk persiapan festival. 

Mereka pun pulang lebih cepat, Taufan sendiri sudah memiliki janji dengan keluarganya sehingga tinggalah Halilintar seorang diri. 

Halilintar pun memilih untuk mengunjungi perpustakaan setelah sekian lama. Dari luar mungkin tidak kelihatan, namun Halilintar sangat gemar membaca buku. Terutama buku-buku berbau pengetahuan dan fiksi. 

Perpustakaan di sore itu tidak begitu ramai, bahkan bisa terbilang sangat sepi. Hanya ada beberapa orang disana saat itu. Halilintar langsung menuju sebuah rak buku yang berisikan jenis buku favoritnya. 

Saat sedang asik memilih milih buku untuk dibaca, ia tak sengaja melihat Thorn tengah memilih buku di rak seberangnya. Kebetulan itu membuat kedua netra mereka bertemu, namun Thorn cepat-cepat mengambil bukunya dan pergi dari sana. 

Halilintar yang masih penasaran dengan anak itu pun bergegas mengambil buku yang sedari tadi ingin dibacanya dan menyusul Thorn. Senyumnya mengembang menyadari bangku sebelah Thorn yang kosong, sehingga ia langsung menuju kesana dan duduk di sebelah anak itu. 

Thorn nampaknya sedikit terkejut dengan kehadiran Halilintar. Ia berusaha mengacuhkannya namun rasa tak nyaman menyelimutinya menyadari Halilintar yang terus menerus melirik kearahnya. 

"ada apa?" setelah sekian lama, Thorn pun akhirnya membuka pembicaraan. 

Halilintar menggeleng, ia tersenyum simpul sembari menopang dagunya dan menatap Thorn "aku hanya ingin berteman denganmu" 

"aku tidak butuh teman" ucap Thorn dingin tanpa mengalihkan pandangan dari buku yang tengah dibacanya.

"semua orang butuh teman, gak ada yang bisa hidup sendirian" 

"aku bisa" Thorn membalas lagi, masih dengan mata yang tertuju pada buku.

"gak mungkin. Gimanapun juga, kamu butuh orang lain selain Gempa.." ujar Halilintar.

"aku gak butuh Gempa, aku gak butuh siapa siapa" 

"haah..kamu ini rumit ya?"

"kamu gak perlu bicara denganku kalau berpikir begitu" 

Halilintar mengulum senyumnya, berusaha memutar otak untuk berbicara lebih lanjut dengan sosok disebelahnya itu. Tentu saja, ia tak akan menyerah begitu saja. 

Kalau ditanya mengapa Halilintar begitu penasaran dengan sosok Thorn, ia sendiri pun tak tau. Alibi utamanya karena ia penasaran dengan kaitan Thorn dan pembunuh yang ia jumpai hari itu, namun sebenarnya ia hanya ingin mengenal lebih dekat sosok Thorn yang dijuluki anak aneh itu.

Ia lalu melirik buku yang tengah dibaca Thorn dan itu menarik perhatiannya.

Thorn membaca buku berjudul 'Alter-Ego' , dan dilihat dari sampulnya, buku itu terlihat jarang tersentuh orang. Padahal tahun produksinya sudah lebih dari 20 tahun.

"kau.. tertarik dengan itu?" 

Thorn menaikan sebelah alisnya "dengan apa?"

"Alter Ego.." 

"uh-um" Thorn hanya menggumam kecil.

Halilintar menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan Thorn, melirik isi buku yang tengah dibaca anak itu. 

"apa kamu percaya, kalo orang bisa menciptakan kepribadian lain dalam dirinya?" 

Mendengar pertanyaan itu, Thorn tersenyum tipis. Ia menghentikan aktivitas bacanya lalu menengok pada Halilintar. 

"bagaimana denganmu?" ia bertanya balik. 

Halilintar terkekeh "aku bertanya duluan, kenapa kamu malah balik nanya?" 

"aku hanya ingin tau pendapatmu" ujar Thorn, nadanya terdengar lebih ramah walaupun kesan dingin masih menyelimutinya. 

"aku..." Halilintar terlihat berpikir sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya "aku percaya kok.. saat manusia gak merasa puas dengan apa yang ia miliki, ia bisa aja menciptakan kepribadian lain yang membuatnya lebih kuat" jawabnya. 

Thorn mengangguk angguk, merasa puas dengan jawaban itu. Perhatiannya lalu kembali pada buku yang dibacanya. Ia membalik buku itu ke halaman selanjutnya. 

"Alter ego.. itu tidak se-simpel itu

Thorn berkata lirih, namun masih terdengar oleh Halilintar. 

"maksudmu..apa?" 

"Alter ego.. memang bisa membantumu menjadi versi dirimu yang lebih kuat. Tapi di sisi lain, ia bisa menghancurkanmu.. perlahan lahan" 

"aku tidak mengerti.."

Thorn perlahan memutar kepalanya dan kembali menatap Halilintar.

Aura Thorn terasa berbeda dari sebelumnya dan membuat Halilintar merinding. Netra ruby miliknya kini bertemu dengan netra hijau milik Thorn, seakan berkomunikasi melalui pandangan mereka. 

"nggak mengerti pun gak masalah.. manusia sepertimu memang gak akan pernah ngerti" 

"eh? apa maksud--" 

"jangan ganggu aku" 

Thorn kembali berucap dingin, ia membereskan buku-buku yang dibacanya lalu hendak pergi dari sana. Halilintar menahan lengannya sebelum ia sempat beranjak.

"Thorn..ada apa?" 

"jangan menggangguku!" Thorn meninggikan suaranya, ia menepis kasar tangan Halilintar yang menahannya lalu berjalan pergi. 

Halilintar memperhatikan punggung Thorn yang mulai menjauh. Ia dibuat bingung dengan perilaku Thorn barusan. 

Itu seperti bukan Thorn yang dikenalnya. Tidak.. itu bukan Thorn yang ia kenal.

Itu Thorn yang lain. 











To be continued. 



Hahahahahahaha 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro